Kamis, 05 Januari 2012

Repost: Cerita Kawan

Tepatnya pada hari sabtu 9 april 2011, setelah cukup lama kami melakukan diskusi menyangkut banyak hal, termasuk pribadi sekalipun kita diskusikan. Dan sesaat kemudian Dia berkata " Sudah berapa batang rokok yg aku habiskan, berapa batang korek api yg aku habiskan untuk menyalakan rokok? Akupun tak menghitung jumlahnya, karna aku sadar bukan disanalah letak perkara semestinya. Namun asal kau tahu inilah letak perkaranya, ketika aku dg sadar bercerita dg alur yg tak jelas hanya mengalir saja, seperti idealisme ini yg akupun tak tahu dimana ujungnya..."

Akupun terdiam sejenak, karna aku tak sepenuhnya mendengarkan perkataannya. Dan aku mencoba bertanya pada kawanku itu " terkadang aku jg sering bingung, bagaimana aku menanggapimu. Namun itu tak menjadi masalah karna aku kawanmu, aku mencoba memahami tiap kata yg terucap olehmu..." Sambil memandangi miniatur vespa yg sengaja aku letakkan di atas mini speakerku, Diapun menjawab " sudahlah tak perlu kau repot - repot memahami tiap kata yg kuucap, anggap saja aku ini sedang berorasi dg intonasi yg rendah... Hanya kau dan aku yg mendengar. "

Tanpa sadar kitapun sudah cukup lama mengalir, tanpa tahu kapan kita harus mengakhiri perbincangan di kosku ini. Sesaat kemudian dia mengambil miniatur vespa dan bertanya " beli dimana kau da? " Aku: " Oh... itu, vespa itu pemberian dari seorang mantan pacarku, yah... lebih tepatnya hadiahlah."Kemudian dia mengalihkan perhatiannya ke dinding " Oh foto yg berjilbab itu? cantik.. wajahnya hampir menyerupai perempuan yang memakai jilbab merah di sampingmu itu." Aku: " iya.. hmm.. mirip yah? ah bisa aja kau ini (sambil tersenyum). Dia kembali menyinggungku dan menegaskan dalam ucapannya " ah kau ini tak usahlah kau malu malu denganku, perempuan yg berjilbab merah pasti Ibumu kn?!.. " Akupun hanya mengangguk saja. Diapun terus menelusuriku " aku gak akan bertanya bagaimana kau bisa putus dengannya da, tapi yg pasti aku melihat cukup banyak bukti di kosmu. Dari mulai foto di dinding, kemudian miniatur vespa yg kau pajang itu ternyata hadiah darinya. Ternyata kau ini masih menyimpan rasa (sambil tertawa)."Tak lama setelah dia mencandaiku, Tiba - tiba dg wajah seperti org ingin menangis diapun berkata " Kau begitu baik da, gak tau lg aku harus bilang seperti apa untuk menggambarkan kebaikanmu (dengan wajah begitu serius). Kau ini laki - laki yg aku pikir begitu sangat menghargai pemberian, walaupun kau sendiri tak tau di balik itu semua belum tentu kau diperlakukan serupa." Aku: " Ah kau ini tak usahlah terlalu berlebihan... asal kau tau, aku hanya ingin melakukan kebaikan saja. Dan itu cukup menenangkan galau batinku."Kali ini aku yg bertanya " Kenapa wajahmu seperti orang menagis? Janganlah terlalu dipendam. Tuangkan saja bila ingin menetaskan air mata..." Dia hanya terdiam dg wajah seriusnya.

Sesekali dia meneguk air dalam gelas, dan kemudian dia menunduk, karna malu aku ketahui matanya yg merah menahan tangis. Setelah cukup lama dia tertahan, Diapun memberanikan diri bercerita " Aku iri da, iri sama kau.. Dan akupun bingung da, ketika aku nantinya tak dapat bertemu dg kawan terbaikku disini, termasuk kau.. Asal kau tau da, aku tak punya siapa, hanya batang tubuh ini dg pemikiran yg hanya mengalir tanpa perencanaan yg aku punya, Ternyata tak seperti bayanganku selama ini, aku berjuang di trotoar, melakukan banyak usaha pendekatan terhadap kaum yg tertindas. tapi kenapa aku masih merasa sendiri dan sering takut akan hari esok? (sambil meneteskan air mata dan memandangku)."

Jujur dalam hatipun aku bingung tentang bagaimana mengkondisikan dirinya saat itu. Beberapa menit kemudian dia berdiri berpamitan dan menjabat tanganku sambil memelukku erat. Dan pulang dg wajah masih terlihat sepeti orang habis menagis.

Di hari itulah. Aku terakhir kali aku berdiskusi dan berbincang dgnya, setelah itu aku tak tahu kabarnya hingga sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar